Sesuai dengan data dan kajian yang telah dilakukan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) berencana akan melakukan moratorium Ujian Nasional (UN), mulai tahun 2017 mendatang. Sebagai gantinya, Kemdikbud akan mendorong
pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) sebagai metode evaluasi capaian belajar siswa menggantikan UN.
“Nantinya,
kelulusan siswa akan ditentukan oleh tiap-tiap sekolah dengan standar nasional yang ditetapkan pemerintah pusat,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dalam Rapat Kerja
(Raker) bersama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR-RI), Kamis (1/12).
Mendikbud menjelaskan, standar tersebut
merupakan hasil kajian yang telah disesuaikan dengan hasil pemetaan
yang diperoleh dari UN di tahun-tahun sebelumnya.
Melalui moratorium UN dan mengalihkannya ke USBN, lanjut Mendikbud, pihaknya berupaya membangun sebuah sistem dan instrumen
sertifikasi capaian pembelajaran yang kredibel dan reliabel.
Menjawab kekhawatiran yang timbul di masyarakat terkait standar mutu pendidikan nasional, Mendikbud Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa standar nasional pendidikan tetap dilaksanakan, tetapi kewenangannya didesentralisasikan
ke daerah sesuai dengan amanat
undang-undang.
“Pelaksanaan
USBN juga dimaksudkan sebagai upaya pemberdayaan
guru melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP),” ungkap Muhadjir.
Terkait masa transisi dari penyelenggaraan
UN menjadi ujian sekolah, Mendikbud menyampaikan beberapa langkah yang siap dilaksanakan pemerintah, diantaranya:
1. Melakukan penyesuaian kebijakan terutama perubahan regulasi mengenai penyelenggaraan evaluasi pendidikan yang termuat dalam Peraturan
Pemerintah (PP) nomor 13 tahun
2015, serta peraturan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada PP nomor 17 tahun 2010.
2. Memberikan fasilitasi kepada
provinsi yang memerlukan instrumen seleksi siswa dari jenjang
sekolah menengah pertama (SMP) ke sekolah menengah atas (SMA).
3. Memberikan fasilitasi proses penyelenggaraan ujian sekolah, berstandar nasional termasuk pemetaan siswa dan pendidikan nonformal.
4. Menyiapkan bahan sosialisasi
kepada pemangku kepentingan.
5. Melakukan optimalisasi dan
revisi anggaran 2017 untuk pembinaan sekolah dan pengembangan
sistem penilaian yang komprehensif.
Dijelaskan Mendikbud bahwa sejak tahun
2015, UN tidak lagi dijadikan penentu kelulusan siswa pada suatu jenjang
pendidikan. Ia menegaskan, UN cenderung membawa proses belajar ke orientasi yang tidak tepat.
Berdasarkan hasil pengamatannya saat berinteraksi dengan guru di berbagai daerah, Mendikbud menyampaikan ada kecenderungan sekolah mengesampingkan atau mereduksi hakekat pendidikan, yaitu membangun karakter, perilaku dan kompetensi.
“Sekolah
cenderung hanya terfokus pada mata
pelajaran yang diberikan pada UN, kurang memperhatikan mata pelajaran lainnya. Bahkan beberapa guru yang mengampu
mata pelajaran bukan mata pelajaran
UN merasa tidak diapresiasi baik oleh sekolah maupun
peserta didik,” papar Muhadjir.
Selain itu, fokus berlebihan pada UN, lanjut Mendikbud, akan
menjauhkan dari proses pembelajaran yang mendorong siswa berpikir kritis, analitis. Dicontohkannya, sebagai proses evaluasi yang bersifat massal, sampai saat ini bentuk
instrumen UN adalah pilihan ganda.
“Hal tersebut kurang sesuai dengan upaya
pemerintah untuk menghadirkan generasi yang memiliki keterampilan abad 21,” ujar Mendikbud seraya mengharapkan lebih banyak praktik-praktik yang mendorong siswa mengekspresikan pikiran dan gagasannya, seperti penulisan esai.
Mendikbud juga mengingatkan adanya Putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 2596 K/PDT/2008 tanggal 14 September 2009 yang mengamanatkan
pemerintah agar dapat meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah,
serta akses informasi yang lengkap di seluruh daerah di Indonesia sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan Ujian Nasional lebih lanjut.
Mendikbud menyampaikan selain dilatarbelakangi keputusan MA tersebut, moratorium
UN dan pelaksanaan USBN didasarkan pada hasil kajian yang menyatakan bahwa hasil UN belum dapat menjadi instrumen
peningkatan mutu pendidikan. “Bentuk UN selama ini kurang
mendorong berkembangnya kemampuan siswa secara utuh,” tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar